Cari Disini

Inovasi Bertanam Cabai


Inovasi Bertanam Cabai

Cara penanaman cabai bervariasi menurut jenis tanah dan ketinggian tempat. Pada tanah
bertekstur liat, sistem penanaman dalam bedengan dengan 2 – 4 baris tanaman tiap bedengan
lebih efisien. Pada tanah bertekstur sedang sampai ringan, sistem penanaman yang tepat adalah
dengan barisan tunggal. Cara ini biasa dilakukan petani di dataran medium dan dataran tinggi. Pada
saat tanam, tanah harus cukup lembab, agar bibit cabai tumbuh lebih cepat. Penanaman sebaiknya
dilakukan pada sore hari. Pemilihan waktu tanam cabai merah yang tepat sangat penting, terutama
dalam hubungannya dengan ketersediaan air, curah hujan, serta gangguan hama dan penyakit
secara umum. Secara umum, waktu tanam cabai merah yang tepat untuk lahan beririgasi teknis
adalah pada akhir musim hujan atau awal musim kemarau.
Pengairan
Di lahan tegalan, ketersediaan air tergantung pada hujan. Oleh karena itu waktu tanam perlu
diperhatikan agar tanaman memperoleh cukup air selama masa pertumbuhannya. Penerapan
sistem irigasi tetes pada lahan kering tampaknya akan lebih efisien, ditinjau dari segi penggunaan
air maupun tanggap tanaman terhadap pemberian air pengairan. Kelembaban tanah yang merata
selama masa pertumbuhan sangat penting untuk tanaman cabai merah. Kelembaban tanah harus
dipertahankan 60 – 80% kapasitas lapang. Masa kritis tanaman tanaman cabai adalah pada saat
pertumbuhan vegetatif yang cepat, pembentukan bunga, dan pembentukan buah.
Pengendalian Gulma
Gulma merupakan masalah penting dalam
budidaya cabai merah. Tanaman pengganggu
ini berkompetisi memperebutkan ruang, cahaya, air dan unsur hara, serta dapat menjadi inang
dari hama dan penyakit. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara manual yaitu dengan cara
penyiangan, atau dengan penyemprotan herbisida.
Pengendalian hama dan penyakit penting
1) Tanaman cabai rentan terhadap serangan OPT terutama pada saat musim hujan. Curah hujan
yang tinggi memberikan lingkungan yang kondusif untuk perkembangan OPT tertentu. Dampak
tersebut semakin nyata apabila sistem budidaya tanaman cabe tidak diantisipasi untuk beradaptasi
terhadap perubahan iklim, misalnya saluran irigasi yang tidak baik. Air hujan yang menggenang
diselokan mengurangi porositas tanah sehingga mengganggu pernapasan akar tanaman dan
meningkatkan kelembaban di sekitar tanaman sehingga banyak tanaman yang mati.
2) Pada saat musim tanaman cabai banyak terserang oleh penyakit yang disebabkan oleh Cendawan rebah kecambah (Rhizoctonia sp dan Pythium sp ) serta layu Fusarium, antraknosa/
patek/busuk buah (Colletotrichum capsici, Gloeosporium gloeosporioides, Alternaria solani)
serta penyakit yang disebabkan oleh virus.
3) Beberapa upaya untuk pengendalian OPT yang disebabkan cendawan dan virus pada tanaman
cabai antara lain sebagai berikut :
a. Melakukan sanitasi lingkungan dengan cara mengumpulkan buah-buah cabai yang terserang
patogen (maupun yang terserang lalat buah), buah busuk, buah rontok, sisa-sisa tanaman,
serta gulma, kemudian dimusnahkan. Patogen dapat bertahan pada tanaman atau buah
yang jatuh ke tanah dan akan menjadi sumber infeksi/serangan.
b. Meninggikan guludan tanah sehingga perakaran tanaman tidak kena air pada musim hujan
(Gambar 1). Pemupukan yang
c. Pemupukan yang berimbang, yaitu 150-200 kg Urea, 450-500 kg Za, 100-150 kg TSP, 100-
150 KCL, dan 20-30 ton pupuk organik per hektar;
d. Menanam varietas yang agak tahan terhadap serangan penyakit virus misalnya cabai
keriting jenis Lembang 1
e. Menggunakan bibit tanaman yang sehat (tidak mengandung virus) atau bukan berasal dari
daerah terserang ;
f. Melakukan rotasi/pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan
dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, tembakau, dan famili cucurbitaceae
seperti mentimun). Rotasi tanaman akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit
dalam satu hamparan, tidak perorangan, dilakukan serentak tiap satu musim tanam, dan
seluas mungkin;
g. Melakukan sanitasi lingkungan, terutama mengendalikan tumbuhan pengganggu/gulma
berdaun lebar dari jenis babadotan, gulma bunga kancing, dan ciplukan yang dapat menjadi
tanaman inang virus;
h. Penggunaan mulsa perak di dataran tinggi, dan jerami di dataran rendah mengurangi
infestasi serangga pengisap daun;
i. Eradikasi tanaman sakit, yaitu tanaman yang menunjukkan gejala segera dicabut dan
dimusnahkan supaya tidak menjadi sumber penularan ke tanaman lain yang sehat.
j. Menanam pinggiran lahan dengan tanaman jagung sebagai barier (Gambar 2 a dan b) dan
memperbanyak populasi agens hayati
k. Untuk mendukung keberhasilan
usaha pengendalian penyakit
virus kuning pada tanaman cabai,
diperlukan peran aktif para petani
dalam mengamati/memantau kutu
kebul dan pengendaliannya mulai dari
pembibitan sampai di pertanaman
agar diketahui lebih dini timbulnya
gejala penyakit dan penyebarannya
dapat dicegah.
4) Gerakan pengendalian OPT harus dilakukan secara serentak dan berkesinambungan, diberi
bimbingan, dan dimonitor pelaksanaanya.
5) Mamantau OPT di lapangan secara berkelanjutan dan dievaluasi dampak iklim terhadap
kehilangan hasil yang disebabkan oleh OPT. Hasil analisis tersebut diharapkan dapat dijadikan
data dasar untuk memprediksi serangan OPT pada musim tanam – musim tanam cabai yang
akan datang.
6) Penerapan
budidaya cabe sehat dan beradaptasi dengan perubahan iklim, misalnya
dengan cara penaungan perbaikan drainase, pengaturan tinggi bedengan, pengaturan jarak
tanam, penetapan waktu tanam yang tepat, mengurangi pupuk N dan memperbanyak pupuk
organik, pemeliharaan lokasi tanam, apabila sudah tersedia perlu penggunaan varietas tahan,
dan pemanfaatan agen hayati.