KPU Harus Tolak Caleg Komunis
Jakarta, (MUIonline)
Majelis
Ulama Indonesia (MUI) minta agar semua pihak, khususnya umat Islam
mewaspadai kembalinya paham dan gerakan komunisme di Indonesia. Komunis
melalui Partai Komunis Indonesia (PKI) telah sempat membuat negeri ini
hancur dan terpecah. Kita tidak mau lagi mengalami tragedi pahit
sebagaimana terjadi di masa-masa silam yang dilakukan oleh kaum komunis
yang anti agama itu.
Demikian
dikemukakan Kordinator Harian Pengurus MUI Pusat Dr. KH. Ma'ruf Amin
ketika memberikan presentasi dalam sebuah Diskusi Keumatan di Gedung
MUI, Jakarta, Sabtu (18/5). Selain Ma'ruf Amin, diskusi yang
diselenggarakan Komisi Pendidikan MUI Pusat bekerjasama dengan Forum
Silaturrahmi Santri (FORSIS) itu menghadirkan pembicara mantan KSAD
Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri dan Ketua Umum PP. Gerakan Nasional
Patriot Indonesia (GNPI) H. Alfian Tanjung dengan moderator Wakil Sekjen
Pengurus MUI Pusat Prof. Dr. Hj. Amani Lubis, MA. Acara juga dihadiri
Ketua Umum Forsis H. Saim Haris, MA dan pimpinan sejumlah Ormas Islam
seperti SI, Perti, NU dan Muhammadiyah.
Menurut
Kiai Ma'ruf Amin, sudah sejak lama ada upaya-upaya terselubung untuk
membuat jalan terhadap kembalinya gerakan dan paham komunisme di
Indonesia. Upaya itu antara lain dengan keinginan untuk mendudukkan
tragedi tahun 1965 sebagai pelanggaran berat HAM sehingga pemerintah
Indonesia agar secara terbuka mengakui kesalahannya dan meminta maaf
kepada keluarga PKI.
"Ini
sangat berbahaya sekali. Kalau pemerintah benar-benar meminta maaf dan
mengaku salah, maka komunisme dipastikan akan semakin eksis di Tanah
Air. Sasarannya pasti kaum santri dan tentara yang dianggap sebagai
pihak yang bersalah. Ini sungguh sangat berbahaya," tegas Kiai Ma'ruf
yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) itu.
Karena
itu, para santri dan tentara harus senantiasa bersatu padu dalam rangka
memblokir dan menghadang kembalinya kaum komunis itu di Tanah Air. Kita
tetap pada prinsip bahwa gerakan komunis yang anti Tuhan itu merupakan
bahaya laten yang harus dibendung dan tidak boleh berkembang di negara
Indonesia yang mengakui terhadap eksistensi agama-agama.
Kiki
Syahnakri yang juga Ketua Persatuan Purnawirawan Angkatan Darat (PPAD)
juga sependapat. Menurutnya, Tentara Nasional (TNI) hingga kini tetap
konsisten tidak membenarkan masuknya kembali gerakan komunis maupun
paham komunisme di Indonesia. Karenanya semua pihak harus selalu
mewaspadai dan dengan sungguh-sungguh secara bersama-sama menghadang
gerakan kembalinya paham komunisme itu di tengah masyarakat luas.
Wakil
Sekjen MUI Amani Lubis bahkan minta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU)
bisa melakukan penelitian dan seleksi yang lebih ketat terhadap para
Calon Anggota Legislatif (Caleg) pada pemilu mendatang. KPU harus
menolak nama-nama Caleg yang terindikasi mempunyai paham komunisme.
"Bagi para keluarga eks PKI yang diakui kejujuran dan integritasnya
terhadap nasionalisme, ga ada masalah. Tapi bagi mereka yang kuat eksis
dalam memperjuangkan paham komunisme, KPU harus berani menolak,"
ujarnya.
Pengamat
komunisme di Indonesia Alfian mengaku mempunyai banyak bukti bagaimana
gerakan komunisme itu berusaha kembali eksis di Tanah Air. Bahkan, PKI
telah melakukanKkongres ke IX di Cianjur, Jawa Barat dan Kongres ke X di
Ngabras, Magelang, Jawa Tengah. PKI tengah menyatukan kekuatan politik
PKI melalui berbagai bentuk, baik secara perseorangan, infiltrasi atau
pengurus resmi Ormas atau Orpol tertentu yang merupakan kolaborasi
seluruh komponen.
"Saya
tahu persis bahwa pemimpin PKI menyatakan bahwa PKI tidak pernah bubar
karena tidak pernah membubarkan diri. PKI hanya dibubarkan oleh musuh.
PKI mempunyai target meraih kemanangan mutlak, yakni merebut kekuasaan
melalui parlemen pada Pemilu 2014 dengan target 400 orang anggota DPR
RI. PKI berusaha membungkam, membiaus dan melenakan seluruh pihak di
luar PKI sehingga kebangkitan mereka menjadi sesuatu yang berjalan
secara cepat, terukur dan berkelanjutan sampai pada kongres PKI ke XI
pada tahun 2015 mendatang," papar Alfian yang jugadosen FKIP UHAMKA
Jakarta itu.
Tidak Boleh Khianat
Di
bagian lain presentasinya, Kiai Makruf mengemukakan, para santri wajib
menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab negara ini
dibangun melalui kesepakatan bersama, dimana kaum santri berada dalam
proses kesepakatan itu. Karena itu, kaum santri tidak boleh berkhianat
sedikit pun terhadap kesepakatan perjanjian yang sudah dibuat bersama di
Republik ini.
"Kita
harus jaga bersama negeri ini. Jangan keluar dari jalur ke kanan maupun
ke kiri. Kita harus sadar bahwa negara ini bukan hadiah dari siapapun.
Negara ini kita peroleh melalui perjuangan hidup mati," ujar Kiai Ma'ruf
sambil menambahkan bahwa gerakan komunis dan paham komunisme merupakan
gerakan dan paham yang sama sekali bertentangan dengan Dasar Negara kita
Pancasila.
Untuk
mkembendung masuknya gerakan-gerakan komunisme dan gerakan lain yang
hendak merusak NKRI, menurut Kiai Ma'ruf adalah harus menjaga empat
penguiatan atau bingkai yaitu, bingkai teologis, bingkai sosiaologis,
bingkai politis yang di dalamnya berisi empat pilar Pancasila, UUD 1945,
Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI, dan bingkai yuridis. Khusus pada
penguatan bingkai terakhir, yakni yuridis, menurut Kiai Ma'ruf diarahkan
pada peraturan-peraturan dan regulasi yang mengarah pada
kesepakatan-kesepakatan bersama ketika membentuk negara ini.
"Peraturan
dan perundang-undangan kita perlu dievaluasi ulang. Apakah
undang-undang itu sudah benar-benar memihak pada rakyat banyak atau
justeru merupakan titipan asing yang memihak pada orang luar. Kita harus
kembalikan agar peraturan dan undang-undang kita itumenjadi nasionalis.
Jangan sampai menjadi alat kepentingan orang lain," paparnya.
Hal
senada juga dikemukakan Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri. Mantan Kepala
Staf Angkatan Darat (KSAD) itu mensinyalir bahwa saat ini nasionalisme
sudah jauh dari bangsa Indonesia. Banyak undang-undang yang tidak
berpihak pada bangsa sendiri tetapi berpihak pada orang lain. Contoh,
Undang-Undang Nomor 25 tahun 2007 Tentang Investasi. Dalam undang-undang
itu, antara lain disebutkan bahwa pihak asing boleh menguasai sampai
190 tahun lamanya dengan penguasaan saham hingga 90 persen.
"Bayangkan!
Makanya pantas kalau bangsa kita tetap miskin, sebab investasi kekayaan
lebih banyak mengalir ke luar. Sementara kita hanya menjadi pesuruh.
Reformasi yang kita lakukan pada tahun 1998 lalu ternyata terbajak oleh
kapitalis dan liberalis," keluahnya.
Untuk
tu, lanjutnya, selain kita butuh pemimpin yang kuat dan bukan peragu di
masa mendatang, juga kita perlu meneliti ulang terhadap sejumlah
peraturan dan perundang-undangan, termasuk UUD 1945 yang sudah
berkali-kali diamandemen itu dan juga terhadap keberadaan partai politik
di Indonesia. (Qr)
|