Hukum Mengurangi Timbangan
Dalam Islam
By Khanza
Safitra
Dunia
Menurut Islam adalah sementara dan orang-orang tidak melakukan kebaikan
sebanyak-banyaknya, malah melakukan hal-hal yang tidak disukai Allah salah
satunya adalah mengurangi timbangan.
Mengurangi
timbangan adalah salah satu fenomena yang terjadi sejak jaman dahulu hingga
sekarang. Hal ini sudah sering dilakukan oleh para pedagang atau pembisnis dan
bukan menjadi hal yang tabu di masyarakat.
Para
pedangan curang akan melakukan banyak cara untuk melakukan penipuan dengan mengurangi
timbangan. Misalnya saja, para pedagang yang menggunakan timbangan tradisional.
Mereka biasanya mengganjal timbangan sehingga pengukuran menjadi lebih berat
dari berat barang sebenarnya.
Akibatnya
para pedagang curang akan mendapatkan keuntungan lebih, sedangkan konsumen menjadi
dirugikan.
Tentu saja,
hal ini tidak diperkenankan dalam Islam. Sebab semua bentuk kecurangan adalah
haram dan hal itu bukanlah Cara Bahagia Menurut Islam dalam Kehidupan
Dunia yang disukai Allah. Bagaimana hukum mengurangi timbangan dalam
Islam. Berikut adalah ulasannya.
Hukum mengurangi
timbangan dalam Islam
Mengurangi
timbangan adalah salah satu bentuk praktek pencurian milik orang lain. Apabila
takaran timbangan itu sedikit, bisa menjadi sebuah ancaman dan akan menjadi
ancaman yang lebih besar bila takaran timbangan tersebut meningkat dengan
jumlah yang besar.
Hukum
mengurangi timbangan dalam Islam termasuk dalam dosa besar atau sama dengan
dosa orang yang melalaikan shalatnya. Allah akan membawa pelakunya ke neraka
Wayl (fawaiilul lil mushallin). Wailun atau Wayl adalah lembah jahannam dimana
bukit-bukit apabila dimasukkan ke dalamnya langsung mencair karena amat
panasnya.
- Assayid berkata bahwa turunnya ayat ini saat Nabi Muhammaad SAW hijrah ke Madinah, kemudian Nabi melihat Abu Juhainah yang memiliki dua alat timbangan yaitu timbangan membeli untuk menguntungkan dirinya dan timbangan menjual untuk merugikan pembelinya.
- Ikrimah berkata bahwa beliau bersaksi bahwa tukang timbang itu ada dalam neraka lalu seseorang menegur, “anakmu juga tukang timbang”. Ikrimah mengatakan bahwa persaksilah dia pun akan juga berada dalam neraka.
- Saayidina Ali r.a berkata bahwa janganlah meminta kebutuhanmu dari seseorang yang rezekinya berada di ujung takaran dan timbangan.
- Hukamak berkata bahwa celakalah orang yang menjual biji-bijian dengan takaran yang dikurangi sebab Allah akan mengurangi nikmat surga yang seluas langit dan bumi dan menggantinya dengan menambah lubang di dalam neraka dimana bukit-bukit akan mencair jika terkena panasnya.
- Al-Syafi’i dari Malik bin Dinar berkata kepada keluarganya “Apa kelakuannya dulu?” mereka menjawab “Dia memiliki dua timbangan yaitu untuk menjual dan membeli, kemudian beliau menghancurkan keduanya’‘ dan berkata “Bagaimana keadaanmu sekarang?” ia menjawab “Tetap, bahkan sangat sukar” hingga ia meninggal dengan keadaan sakit itu. Bahkan dalam kisah yang lain, ada seseorang yang menghadiri orang yang akan meninggal, orang tersebut diajarkan agar membaca kalimat tayyibah, namun ia berkata “Saya tidak bisa membaca kalimat tersebut sebab jarum timbngan mengganjal lidah saya”, “Bukanya dulu Anda menepati timbangan?”, “Benar, tetapi saya tidak membersihkan kotoran yang terdapat pada takaran sehingga saya merugikan orang lain”
Sungguh
kisah-kisah di atas adalah salah satu ancaman untuk orang yang berani
mengurangi timbangan dalam kegiatan jual beli. Bahkan hukum tersebut telah
dijelaskan dalam Al-Quran dan Hadits :
أَوْفُوا
الْكَيْلَ وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُخْسِرِينَ (181) وَزِنُوا بِالْقِسْطَاسِ
الْمُسْتَقِيمِ (182)
Artinya :
Sempurnakan takaran dan jangan menjadi orang yang merugikan. Dan timbanglah
menggunakan timbangan yang lurus.” (QS. Asy-Syu’ara 181-182)
“Jika kamu
menimbang harus ditepati” (HR. Ibnu Majah)
Al Muthaffifin: Orang-Orang Yang Curang
وَيْلٌ لِّلْمُطَفِّفِيْنَ ﴿المطففين:١
wailul lilmuthoffifiin
1. Celakalah
bagi orang-orang yang curang (dalam menakar dan menimbang)!
الَّذِيْنَ إِذَا اكْتَالُوا۟ عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُوْنَ
﴿المطففين:٢
alladziina idzak taaluu ‘alannasi yastaufuun
2. (Yaitu)
orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta
dicukupkan,
وَإِذَا كَالُوْهُمْ أَو وَّزَنُوْهُمْ يُخْسِرُوْنَ
﴿المطففين:٣
wa-idzaa kaaluuhum awwazanuuhum yukhsiruun
3. dan
apabila mereka menakar atau menimbang (untuk orang lain), mereka mengurangi.
أَلَا يَظُنُّ أُولٰٓئِكَ أَنَّهُمْ مَّبْعُوْثُوْنَ
﴿المطففين:٤
alaa yadzunnu ulaa-ika annahum mab’uutsuun
4. Tidakkah
mereka itu mengira bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan
لِيَوْمٍ عَظِيْمٍ ﴿المطففين:٥
liyaumin ‘adziim
5. pada
sebuah hari yang besar,
يَوْمَ يَقُوْمُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعٰلَمِيْنَ
﴿المطففين:٦
yauma yaquumun naasu lirobbil ‘aalamiin
6. (yaitu)
pada hari (ketika) semua orang bangkit menghadap Tuhan seluruh alam.
Allah SWT
menafsirkan muthaffifin sebagai perilaku kecurangan. Kegiatan kecurangan
tersebut seperti yang terkandung dalam ayat tersebut adalah, apabila orang
tersebut menakar untuk diri sendiri, mereka meminta agar takarannya penuh
bahkan meminta tambahan.
Namun,
apabila mereka menakarkan untuk orang lain, mereka akan mengurangi takaran
tersebut, baik dengan alat timbangan yang direkayasa atau dengan cara yang
lain. Maka, hukum bagi orang yang melakukannya adalah siksaan neraka yang
dahsyat yaitu neraka Jahannam.
Sempurnakan Takaran dan Timbangan
Maka dari itu, Islam telah memberikan perintah untuk menyempurnakan takaran dan timbangan. Allah SWT berfirman :
QS. Ar-Rahman : 9
وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَArtinya: “Dan tegakkan timbangan dengan adil dan jangan kamu mengurangi neraca tersebut”
Al-An’am : 152
وَلَا تَقْرَبُوا مَالَ الْيَتِيمِ إِلَّا
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ حَتَّىٰ
يَبْلُغَ أَشُدَّهُ ۖ وَأَوْفُوا الْكَيْلَ
وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ ۖ لَا نُكَلِّفُ
نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۖ
وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا وَلَوْ كَانَ ذَا
قُرْبَىٰ ۖ وَبِعَهْدِ اللَّهِ
أَوْفُوا ۚ ذَٰلِكُمْ وَصَّاكُمْ بِهِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
Artinya:Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat.
Sebab-sebab seseorang melakukan tindakan kecurangan diantaranya :
- Kuranganya ilmu dan pengetahuan tata cara berniaga dan berdagang yang baik menurut Islam
- Tidak mendalami fiqh buyu atau hukum-hukum jual beli dalam muamalah Islam.
Pembeli akan selalu merasa was-was membeli barang di pasar sebab ia merasa bahwa ia harus membayar dengan jumlah yang sama, namun dengan jumlah timbangan yang dikurangi.
Oleh sebab itu, pebisnis dan pedagang muslin harus selalu memperhatikan timbangan dengan baik. Hindari mencari keuntungan dengan mengurangi takaran. Pebisnis muslin harus mengutamakan kejujuran dan mencari keuntungan dengan cara yang halal. Sehingga tak hanya keuntungan saja yang didapat, akan tetapi ketentraman dan keberkahan juga.
Seorang pebisnis muslim juga harus memperhatikan timbangan barang yang dibeli untuk menghindari kecurangan dan memajukan bisnis. Demikian hukum mengurangi timbangan dalam Islam. Semoga kita terhindar dari hal-hal yang dimurkai Allah sebab Sukses Dunia Akhirat Menurut Islam adalah tidak dengan merugikan orang lain. Semoga bermanfaat.
sumber:https://dalamislam.com/hukum-islam/ekonomi/hukum-mengurangi-timbangan-dalam-islam